Teknologi Cloud Ternyata Dipakai UEFA untuk Liga Champion
Bisnis cloud Indonesia kini tengah marak dan tengah diminati, ini karena dunia bisnis online kini berkembang cukup pesat di Indonesia. Namun ternyata cloud atau media penyimpanan ini juga digunakan oleh UEFA untuk kompetisi antar klub-klub benua Eropa, Liga Champion. Teknologi cloud computing ini mulai dipergunakan UEFA untuk Liga Champion pada musim 2012 yang bekerjasama dengan penyedia layanan Interoute.
Penggunaan teknologi ini telah melakukan perbaikan dan pengelolaan infrastruktur dan aplikasi-aplikasi ITnya. Nah, aplikasi yang ditaruh pada sistem cloud computing ini adalah F.A.M.E. (Football Administration and Management Environment) yang sejenis dengan sistem ERP (Enterprise Resource Management) dengan menggunakan basis web. Sistem ini dibangun sendiri oleh badan asosiasi sepakbola benua Eropa ini dengan dibantu oleh IT Developer asal Italia, Deltatre.
Pada awalnya, sistem ini dibuat oleh UEFA punya 3 fungsi, seperti manajemen travel. Namun dengan berkembangnya teknologi, maka cakupan fungsi makin diperluas dan masuk ke dalam 15 bidang untuk pengelolaan semua kompetisi baik Liga Champion bahkan Europa League. Ke-15 fungsi tersebut meliputi, pemilihan media yang akan bekerjasama, jualan tiket pertandingan, transportasi, hingga statistik setiap pertandingan dan info lengkap tentang tim sekaligus yang berlaga di Liga Champion.
Hasilnya, pada 2012 di gelaran Europa League aplikasi F.A.M.E. mampu memberikan pelayanan yang mencapai 50 ribu dengan total 80 ribu media yang tergabung di dalamnya. Bahkan dengan aplikasi ini, UEFA mampu melayani pengunjung yang ingin menonton langsung (streaming) meskipun di luar benua Eropa.
Private Cloud di 2 Data Center
Selain aplikasi F.A.M.E. yang menggunakan cloud, UEFA juga menggunakan cloud dalam mengelola website officialnya UEFA.com dan juga aplikasi back office yang dimiliki. Penggunaan cloud ini merupakan solusi yang sangat diandalkan karena tekanan akan akses yang terlampau sangat tinggi. Bahkan untuk keduanya, UEFA akhirnya memutuskan untuk menggunakan private cloud di dua data center yang berbeda.
Aplikasi yang bersifat internal dan korperat disimpan di data center yang berlokasi di Jenewa (Swiss). Sedangkan untuk aplikasi lainnya disimpan pada data center yang ada di Amsterdam (Belanda). Ini dilakukan, jika salah satu cloud data center terjadi masalah maka data center lain bisa memback-up dan mengambil alih sehingga aplikasi yang ada tetap bisa berjalan secara optimal. Namun ini dirasa kurang maksimal, sehingga UEFA kini menggunakan jaringan internal super cepat dan menjadikan pengelolaan private cloud dilakukan melalui satu pintu saja.
Saat ini, layanan private cloud milik UEFA yang bekerjasama dengan Interoute jadi tulang punggung sebesar 98% yang disediakan oleh UEFA. Bahkan teknologi ini siap dan akan digunakan untuk melancarkan kompetisi Liga Champion musim 2015/2016 dan gelaran piala Eropa di Perancis pertengahan tahun 2016 nanti.
Di Indonesia sendiri, cloud provider menjadi bisnis yang semakin menarik minat para pelaku bisnis. Akibatnya, konsumen harus pandai dan teliti untuk mempertimbangkan berbagai hal saat memilih cloud provider yang ingin digunakan. Namun, layanan cloud di Indonesia masih terbilang cukup sederhana dan masih banyak masyarakat yang belum memahami teknologi cloud . Lalu, akankah bisnis-bisnis cloud di Indonesia ini akan bisa seperti di negara lain ? Patut kita tunggu neh! apuy